Rabu, 23 Desember 2009

Environment-Friendly Banks: The islamic Banks (The Brand-New Perspective about Islamic Banks)

Oleh: Ardiansyah Selo Y., Koordinator Regional FoSSEI Jabodetabek, Shine/FEUI

Inilah our “Brand-New Perspective about Islamic Banks”. Bank yang ramah lingkungan…

Pernahkah sebelumnya terpikirkan dalam benak Anda bahwa terdapat hubungan yang demikian erat antara Perbankan Syariah dan pelestarian lingkungan? Pelestarian lingkungan hidup, akhir-akhir ini, demikian gencar diperbincangkan bersamaan dengan gencarnya pembicaraan tentang fenomena Global Warming. Amerika Serikat, melalui mantan wakil presidennya, Al Gore, memimpin sebuah kampanye yang diberi judul “perang melawan pemanasan global”. Negara-negara di dunia, utamanya bagi mereka yang memilki kadar emisi demikian besar, dituntut untuk menurunkan tingkat emisi tersebut. Bisa kita lihat di berbagai media, bahwa semakin hari, masyarakat dunia makin sadar untuk bersikap ramah terhadap lingkungan. Meski tidak terrtulis, tapi sebenarnya mereka telah secara aklamasi setuju untuk melakukan “perang terhadap pengrusakan lingkungan”. Lalu apa kaitan hal ini dengan Perbankan Syariah?

Tidak bisa dipungkiri bahwa Perbankan Syariah tidak bisa dilepaskan dari ideologi islam itu sendiri, yang mana agama ini mengajarkan kita untuk berbuat baik, tidak hanya terhadap ALLAH atau masyrakat. Namun lebih daripada itu, Islam mengajarkan kepada setiap Muslim untuk berlaku baik pula kepada lingkungan sekitar, baik lingkungan biotik maupun abiotik. Hal ini secara jelas diterangkan dalam beberapa ayat dalam Al Qur’an.

Q.S. Al Baqarah: 11

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”

Al A’Raaf: 56

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Dua ayat di atas hanyalah beberapa dari banyak ayat lain dalam Qur’an yang mengajarkan kepada setiap Muslim untuk ramah terhadap lingkungan (environment friendly attitude). Pun, seperti yang telah disampaikan di awal, Perbankan Syariah yang tidak bisa lepas dari ideologi Islam, tentu juga harus mempunyai “environment- friendly attitude.”

Inilah yang sebenarnya perlu diketahui oleh kita semua bahwasanya Perbankan Syariah juga berpihak dan mendeklarasikan “perang melawan pemanasan global’. Dan ini berarti bahwa tindakan atau aktivitas apa pun dari Perbankan Syariah, idealnya, adalah ramah terhadap lingkungan. Perbankan Syariah pastinya menghindari melakukan pembiayaan terhadap proyek-proyek yang merusak lingkungan. Perbankan Syariah tentunya menghindari proyek-proyek yang dinilai berpotensi untuk melakukan kerusakan alam atau mengganggu kesehatan lingkungan. Seperti itulah, idealnya, Perbankan Syariah.

Nah, jika memang Perbankan Syariah itu disepakati sebagai Invironment Friendly Banks seperti yang tertulis di judul, lalu apa impact-nya bagi kita semua dan masyarakat dunia pada umunya? Idealnya, bagi mereka yang mendeklarasikan diri untuk “berperang melawan pemanasan global”, yakni Al Gore dan rekan-rekan, dan juga kita semua masyarakat Indonesia, maka hendaknya melirik dan kemudian beralih ke Perbankan Syariah. Karena, jalannya operasi Perbankan Syariah tidak lepas dari unsur akhlak, moral, etika, dsb, yang diinspirasi oleh nilai moral Al Quran (Islam).

Selain itu, satu hal yang juga idealnya turut menjadi impact dari paradigma yang baru ini adalah, sebagaimana masyarakat berpendidikan (educated society) rela dengan sepenuh hati membayar dengan harga yang lebih mahal pada kertas atau bahan pembungkus produk yang recycle-able dan environment- friendly, maka masyarakat, khususnya bagi mereka yang berpendidikan, seharusnya rela juga untuk tetap loyal pada Perbankan Syariah pada saat tingkat bagi hasil atau nisbah Bank Syariah (pada suatu waktu) harus lebih kecil daripada bunga bank konvensional. Atau, hendaknya, dengan semangat yang sama, masyarakat yang berpendidikan idealnya harus lebih cenderung untuk memilih produk Bank Syariah, sekalipun dengan harga premium, mengingat produk Bank Syariah pastinya ramah lingkungan dan punya nilai lebih.

Semangat kecintaan terhadap lingkungan, yang disponsori oleh Al Gore, mantan wakil presiden Amerika ini, pastinya membuat kita semua, khususnya mereka yang berpendidikan, makin sadar untuk beralih ke Perbankan yang Enviroment-Friendly , mau membayar premium jika perlu, dan tidak lagi peduli, bahkan menutup mata dengan “naik turunnya tingkat bunga” dari perbankan konvensional. Karena, kita tahu bahwa “Environment- Friendly Banks are The islamic Banks”.

Inilah our “Brand-New Perspective about Islamic Banks”. Bank yang ramah lingkungan.

Konsep Manusia Ekonomi Perspektif Syariah vs Konvensional

(Kali ini penulis akan membandingkan sudut pandang psikologis-konsep manusia ekononomi, menurut ekonomi konvensional dengan ekonomi Islami, berdasarkan buku The Future of Economics: An Islamic Perspective oleh Umer Chapra )

(*) “Ketika wahyu dianggap tidak mempunyai pengaruh dalam proses penentuan “benar vs salah”; “disukai vs tak disukai”; “adil vs tidak adil”; maka sebagai konsekuensinya (ekonomi konvensional) keudian HARUS mencari cara-cara lain untuk menentukannya (sebagai alternative-nya). Pendekatan “utilitarianisme hedonis ” adalah salah satu yang dianjurkan sebagai alternative tersebut. Ketika alternative ini dipakai, maka kemudian benar dan salah akan ditentukan atas dasar penghitungan kriteria “kesenangan” (sebagai kebenaran) dan “kesusahan” (sebagai kesalahan). Pendekatan ini akan membuka jalan pada pengenalan filsafat –filsafat, yakni sosial Darwinisme, Materialisme dan Determinisme. Pertanyannya, adakah yang salah dengan hal ini?

Filsafat sosial Darwinisme adalah kepanjangan tangan dari prinsip-prinsip kelangsungan hidup bagi yang lebih baik dan seleksi alam Darwinisme kepada tatanan masyarakat. Penerapan filsafat tersebut “dengan kurang hati-hati” sebenarnya akan membawa kecenderungan pada pen-sah-an konsep “kekuatan adalah kebenaran” secara terselubung dalam tatanan hubungan kemanusiaan. Sehingga hal ini membawa implikasi bahwa kaum miskin dan tertindas adalah pihak yang salah dan patut disalahkan, karena kemiskinan dan kesengsaraan yang menimpa diri mereka sendiri (adalah karena mereka kesalahan sendiri sehingga tidak punya daya saing oleh karenaya patut dengan sendirinya untuk terkalahkan dalam seleksi alam). Lebih jauh lagi, kaum miskin seharusnya tidak dibantu, karena jika dibantu, hal ini adalah tindakan melawan mekanisme seleksi alam Darwinisme itu sendiri dan memperlambat proses evolusi socsal masyarakat. Konsep inilah yang kemudian membuat kaum kaya dan penguasa lebih bisa “menenangkan” suara hati nurani mereka dan merasa “tidak bersalah” dari tanggung jawab sosial dan moral untuk menghilangkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam sistem yang ada. Singkatnya, biarkan saja kaum miskin tambah miskin dan makin tertinggal, atau bahkan mati sekalipun; dan sama sekali jangan dibantu; karena seperti inilah alam ini bekerja, yakni mempertahanan hidup bagi mereka yang lebih kuat atau terkuat saja (dalam asumsi Darwinisme mereka). KAPITALISME

Filsafat Materialisme cenderung untuk meningkatkan kekayaan, kesenangan dan semua kenikmatan fisik (lahiriah) sebagai tujuan dari usaha manusia. Hal inilah yang menjadi dasar budaya konsumerisme pada zaman ini, yang cenderung selalu meningkatkan cara konsumsi masyarakat dan menggandakan tingkat “kerakusan” masyarakat untuk mengkonsumsi di atas kemampuan sumber daya yang dimiliki. Dengan merujuk kepada etos budaya di atas, proporsi ilmu ekonomi konvensional yang tidak controversial adalah bahwa jumlah besar yang beraneka ragam tentu lebih baik daripada kekurangan, dan hal ini akan meningkatkan produksi, memperbanyak harta kekayaan, dan meningkatkankonsumsi barang-barang kebutuhan pokok. Menjadi sesuatu yang tidak diinginkan bila masyarakat harus mengorbankan tujuan-tujuan materi mereka demi mengurangi biaya-biaya non-ekonomi (seperti kegiatan amal sosial, pelestarian lingkungan, dsb) demi produksi dan konsumsi yang lebih besar dan selanjutnya me-realisasi-kan keadilan dan keharmonisan social dan masyarakat. EKSPLOITASI

Filsafat Determinisme membawa implikasi bahwa manusia memiliki kontrol yang lemah terhadap pola tingkah laku mereka. Malahan, tindakan-tindakan yang dilakukan manusia dianggap sebagai mekanis dan respon atas otomatis terhadap rangsangan eksternal sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan hewan (Watson dan Skinner), mental bawah sadar manusia menunjukkan jauh di atas kontrol individu secara sadar (Freud) atau konflik social ekonomi (Marx). Jadi, filsafat determinisme tidak hanaya meniadakan perbedaan dan keruwetan dalam diri manusia saja, tetapi sedikit membawa kepada filsafat social Darwinisme guna “menolak” tanggung jawab moral dalam tingkah laku manusia. Saat mana suasana yang dikontrol oleh kebiasaan-kebiasaan setiap setiap individu jauh di atas kemampuan kontrol mereka, maka orang-orang kaya dan penguasa tak dapat dipersalahkan atas “hal-hal” yang menimpa kaum miskin dan orang-orang yang tertindas. INDIVIDUALIS ” (*)

Terlihat bahwa semua pendekatan “yang dianggap (oleh pendukungnya sebagai) ilmiah dan rasional” di atas sama sekali menurunkan moral dan tidak sesuai dengan tujuan-tujuan kemanusiaan. Hal ini tentu berbeda dengan sangat kontras dengan pandangan hidup yang religious, yang menganggap bahwa manusia bertanggungjawab pada setiap tindakan mereka dan selanjutnya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan. Dan, sifat dari ekonomi Islami itu sendiri yang bertujuan pada perlindungan pada al maqasidus syariah.

Dalam bahasa penulis sendiri, maka Ekonomi konvensional secara dasar filsafatnya, tampak sekali begitu mengutamakan kehidupan yang sangat “individualis”. Pengorbanan kepentingan pribadi demi kepentigan masyarakat yang lebih besar adalah sebuah kesalahan mutlak, karena bertentangan dengan seleksi alam Darwinisme maupun dua filsafat yang berikutnya di atas. Sebaliknya, ekonomi Islami, dibentuk atas dasar wahyu dan religious. Manusia dengan pemahaman ekonomi Islami akan seimbang dalam memenuhi kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Dalam ekonomi Islami, persaingan dalam kebaikan begitu didukung, karena dengan demikian akan terjadi perbaikan yang berkesinambungan dalam masyarakat. Namun demikian, pengorbanan juga bernilai positif, karena dalam setiap harta yang dimiliki ada hak orang lain yang harus ditunaikan.

Meskipun persaingan, yang juga diperbolehkan dalam ekonomi Islami, ada di ekonomi konvensional. Namun nilai pengorbanan yang menjadi tujuan kemanusiaan, yang juga ada dan menjadi sebuah nilai kebaikan dalam ekonomi Islami, sama sekali tidak ada bahkan tidak menjadi tujuan bagi ekonomi konvensional. Di sinilah letak kelebihan ekonmi Islami dari sisi keseimbangan antara individu dan sosial.

Pemahaman ini, jika kemudian dilanjutkan pada perbandingan antara ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam, terkait bagaimana pandangan keduanya terhadap konsep manusia ekonomi: rational-according to conventional economics vs Islamic rational, dengan mengutip penjelasan dari ibu Sri Mulyani pada Diskusi Buku the Future of Economics: An Islamic Perspective – Mencari Landscape Baru Perekonomian Indonesia masa Depan oleh KEI FSI, SM FEUI dan senat Mahasiswa SEBI, di Auditorium FEUI Depok, 16 Juni 2001, adalah sbb:

“Di situ disebutkan kegagalan pasar disebakan asimetric information yang disebabkan moral Hazard. Sebenarnya, bila orang Islam menjalankan Islam dengan sesungguhnya pasti tidak akan terjadi asimetric information dan moral hazard karena orang Islam selalu mengatakan ;’walaupun kamu ada di kutub dunia atau di dalam kamar sendiri, kamu tidak bisa melakukan moral hazard karena ada yang mengawasi. Karena ada informasi yang lengkap , info lengkap itu dari Tuhan. Jadi ada self built in mechanism di dalam mental yang menyatakan: saya sebetulnya bisa menipu tapi saya tidak akan menipu. Padahal kalau di dalam ilmu ekonomi konvensional seseorang kalau diberi opportunity untuk menipu, di “pasti” menipu. Itu yang disebut rational behavior according to conventional economics, ini telah jelas.”

Kesimpulan dari penulis atas tulisan di atas adalah sebagai berikut:

1. Konsep “benar dan salah” dalam peniliaian manusia-ekonomi pada manusia ekonomi Islami adalah didasarkan pada wahyu (Qur’an dan hadist; yang mana berorientasi pada perlindungan maqqasidus as syriah yang menyeimbangkan antara pemenuhan kepentingan probadi dengan kepentingan masyarakat). Sebaliknya, konsep benar dan salah pada manusia-ekonomi konvensional adalah filsafat hedonism, di mana benar dan salah direduksi pada penilaian menurut Darwinisme social (kebenaran=kekuatan, kekayaan, kekuasaan; dan kesalahan=kemiskinan, ketertindasan; di mana menurut filsafat ini “tidak boleh” bagi yang kaya untuk membantu yang miskin karena itu bertentangan dengan seleksi alam dan evolusi masyarakat); menurut Materialisme (kebenaran=ekspoitasi sumber daya alam guna mencapai kenikmatan fisik yang maksimal; kesalahan=aktivitas social non ekonomi, dan aktivitas yang tidak berdampak langsung pada “keuntungan mterial’ mislakan pelestarian lingkungan; yang mana ini kemudian membawa pada eksploitasi alam) serta Determinisme (mirip social Darwinisme yang menolak tanggung jawab moral dan tingkah laku manusia).

2. Ekonomi konvesional, melalui doktrin, manusia rational-nya menafikkan nilai moral dan kebaikan dalam diri manusia. Dalam pandangannya, manusia adalah pribadi yang individualis dan begitu mengutamakan self interest. Malakukan segala macam cara, walau harus menipu sekalipun, guna mencapai tujuannya. Sehingga bangunan Corporate Governance yang ada dalam sistem ini dibangun dengan penilaian awal bahwa sistem tatakelola yang dibangun harus bisa “menutup” segala akses agar manusia yang menurut mereka semuanya penuh nafsu dan rasional ini kemudian bisa “dikendalikan” dalam sebuah sistem. Mereka tidak mengenal istilah pendekatan moral untuk mengatur behavior manusia. Sebaliknya, dalam ekonomi Islami, sistem ini memandang bahwa manusia , selain meiliki potensi kejelekan, juga memiliki potensi kebaikan,. Sehingga tatakelola yag dibangun dengan dasar ini kemudian akan membuat sebuah sistem yang juga “menutup” akses bagi potensi jahat untuk bisa keluar. Namun, di sisi lain, ekonomi islami yang relijius ini tidak menafikkan untuk melakukan pendekatan moral untuk mengatur perilaku manusia karena pada dasarnya mereka juga memiliki potensi positif. (Dan menurut penulis, inilah yang lebih ideal, sebab jika menutup mata pada pendekatan moral, bahkan dalam ekonomi yang dibangun atas dasar konvesional pun, para ekonom konvensional kemudian menghadapi sebuah masalah, sebagai contoh adalah apa yang tertulis dalam buku Kieso: Intermediate Accounting; sesorang (akuntan) bahkan, bisa melakukan untuk kegiatan yang “melanggar hukum (misalkan korupsi atau pencucian uang)” namun laporan keuangan yang dibuat masih “memenuhi” aturan standard akuntansi.)

Penulis adalah Ardiansyah Selo Y.

Undergraduate Student
Accounting Department
Faculty of Economy University of Indonesia

Referensi:
- (*) The Future of Economics: An Islamic Perspective, Umer Chapra
- Hasil Diskusi Buku: The Future of Economics: An Islamic Perspective – Mencari Landscape Baru Perekonomian Indonesia Masa Depan oleh KEI FSI, SM – FEUI adan Senat Mahasiswa SEBI, Auditorium FEUI Depok, 16 Juni 2001
- Intermediate Accounting, Donald e. Kieso et all. Eleventh Edition.
- Pemahaman atas Materi dari Mata Kuliah Corporate Governance

Pentingnya Amanat

Perlu kita ketahui, bahwa kehancuran suatu rumah tangga, suatu bangsa atau Negara seringkali disebabkan oleh tidak bertanggungjawabnya pemegang amanah yang telah dipercayakan. Prof. Dr. Hamka dalam bukunya “Tafsir Al-Azhar” telah membagi amanat itu menjadi dua bagian; yaitu amanat raya dan amanat pribadi. Amanat raya ialah tugas yang telah di pikulkan Allah swt atas seluruh manusia dimuka bumi ini, yaitu menjadi khalifah atau pimpinan untuk mengatur kehidupan di bumi ini. Amanat ini sebenarnya sudah ditawarkan terlebih dahulu kepada bumi, langit dan gunung-gunung, akan tetapi yang bersangkutan tidak sanggup memikulnya.

Hal ini ditegaskan oleh Allah lewat Firman-Nya dalam surat Al-Ahzab ayat 72;

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan (menganjurkan) amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia”.

Amanat Raya adalah berkaitan dengan tugas-tugas keagamaan yang seharusnya dipikul oleh orang yang beriman. Sebab orang yang beriman itu mempunyai hati yang lebih luas daripada langit dan bumi dan lebih tinggi daripada bukit dan gunung-gunung. Namun setelah manusia menerima amanat tersebut, ternyata kebanyakan manusia tidak melaksanakannya. Sebab syarat utama untuk menjadi orang yang beriman adalah merupakan kendala bagi mereka. Begitulah kebodohan manusia yang begitu mudah mau menerima amanat itu. Padahal untuk pelaksanaannya mereka enggan sama sekali. Sikap manusia seperti ini telah disinggung Allah swt dalam kelanjutan ayat diatas;

Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS. Al-Ahzab : 72)

Adapun amanat yang kedua adalah berkaitan dengan tugas kita masing-masing menurut kesanggupan diri, bakat, skill, dan nasib. Disini peranan profesi amat penting bagi terwujudnya kehidupan yang makmur dimuka bumi ini. Meskipun hal itu bukanlah merupakan kemuliaan atau kehinaan bagi Allah. Sebab yang mulia menurut-Nya adalah manusia yang paling taqwa kepada-Nya.

Profesi yang menyangkut pekerjaan adalah amanat. Sebab disini ada janji-janji yang harus ditepati dan dilaksanakan oleh manusia itu dengan baik. Janji manusia untuk memelihara rohani dan jasmani adalah merupakan janji yang pertama kali diucapkan manusia dihadapan Allah swt sewaktu mereka berada didalam roh. Maka untuk menepati janji tersebut manusia harus mensucikan rohaninya dengan menjalankan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Dan inilah yang dikehendaki Allah. Sebab Dia tidak mau menerima kedatangan manusia yang mempunyai rohani yang kotor karena dosa. “Kecuali orang-orang yang mengharap Allah dengan hati (rohani) yang bersih”. (SQ. Asyu’ara : 89)

Nah, dari janji pertama tentang peneguhan pribadi kepada Allah ; “Bukankah aku ini Tuhanmu?” manusia menjawab: “ Tentu! Kami berikan kesaksian bahwa Engkau adalah Tuhan kami.” Maka diharapkan janji-janji yang lain bias terpelihara juga; janji kerumahtangga, janji kemayarakatan, janji berkebangsan, dan akhirnya janji kenegaraan. Disini sudah terbagi tugas seuai dengan profesinya masing-masing. Ada pegawai, ada sopir, pemerintah dan lain sebagainya. Asal sama-sama setia memikul tugas, adil dan makmur pasti tercapai. Dalam hal ini Allah menegaskan dalam surat Al-Baqarah : 148,

Dan bagi tiap-tiap orang ada jurusannya (sendiri) yang ia hadapi. Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Dimana saja kamu berada, pastilah Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat)

Orang telah berjanji berdasarkan tugas yang telah diberikan. Dan tugas adalah suatu amanat yang telah dipercayakan padanya sesuai dengan profesi yang dimilikinya. Maka untuk mempertanggungjawabkan amanat tersebut, dia harus menjaganya dengan baik. Kiranya inilah firman Allah yang dimaksud dalam surat An-Nisa : 58,

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”.

Ayat tersebut adalah menunjukkan dasar-dasar pemerintahan yang harus dipegang oleh orang-orang yang memegang sudah ahli dalam pemerintahan. Disamping yang bersangkutan wajib melaksanakannya sebagaimana mestinya. Maka pemerintah yang tidak mampu menunaikan amanat yang berupa pemerintahan, bahkan juga tidak ahli dalam jabatan dan tugasnya itu, maka akan mengakibatkan kehancuran total bagi pemerintahan tersebut. Itu sebabnya Rasulullah saw sudah memperingatkan berdasarkan hadits berikut;

Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw sambil bertanya; ‘kapan kiamat itu akan terjadi, wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab; ‘bila amanat sudah diabaikan, maka tunggulah kiamat itu’. Laki-laki itu bertanya lagi; ‘bagaimana pula pengabaian amanat itu?’ Rasulullah saw menjawab; ‘apabila urusan (pekerjaan) diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat itu”. (HR Bukhari)

Kata ‘Kiamat’ adalah identik dengan kehancuran, kehancuran jiwa, kehancuran rumahtangga, kehancuran bangsa, Negara, bahkan bias jadi kehancuran dunia. Semua ini pasti akan terjadi bila mana amanat-amanat telah diabaikan manusia.

———-

Disampaikan oleh Ust, Nur Fathoni, S.H.I

Di Masjid Jamik Darunnajah Cipining, tanggal 13 November 2009

Over View FoSSEI Jabodetabek 2009

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam, yang dalam genggaman-Nya lah semua sistem yang ada di alam semesta ini. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita, pemimpin revolusi kita Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan para pengikutnya yang selalu istiqomah dalam memperjuangkan agama Allah sampai akhir zaman.

Bedasarkan hasil mureg dan syuro dewan formatur, maka terbentuklah struktur FoSSEI Regional Jabodetabek masa amanah 2009/2010 dengan susunan sebagai berikut :

Amanah Nama Asal KSEI/Kampus
Koordinator Regional Jabodetabek Ardiansyah Selo Yudha Shine/UI
Sekretaris Regional Jabodetabek Yati Khosyatillah IsEF/STEI SEBI
Bendahara Regional Jabodetabek Noor Azizah LiSENSi/UIN Syarif Hidayatullah
Bidang

Ketua Bidang SDI M.Yaseer BSO-KSEI/UNJ
Ketua Bidang Syiar Fikri Indra Silmy LiSENSi/UIN Syarif Hidayatullah
Ketua Bidang BRR Ridho Syukrillah IsEF/STEI SEBI
Ketua Bidang Danus Arief Setiaji KESPER/YAI
Komisariat

Komisariat Tangerang Ahmad Dzawil Faza IsEF/STEI SEBI
Komisariat Depok-JakSel Bayu Nuryanto Shine/UI
Komisariat JakTim-JakPus Imam Punarko BSO-KSEI/UNJ
Komisariat Bogor Abdul Wahid Progres/STEI Tazkia

Adapun selama kepengurusan FoSSEI Regional Jabodetabek masa amanah 2009/2010 kami akan mengusung visi dan misi sebagai berikut :

Visi :

“Menjadi regional FoSSEI terdepan yang menempatkan FJ sebagai role model bagi sebuah wadah silaturrahim antar KSEI yang produktif dan dapur pembentukan generasi ekonomi yang memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan nilai-nilai keislaman dalam sistem perekonomian pengembangan dakwah ekonomi Islam Mahasiswa di Indonesia, dalam semangat ukhuwah bernuansa ilmiah”.

Misi :

1. Membangun opini keilmuan yang mendukung konsep ekonomi islam

2. Menyebarluaskan dakwah dalam bentuk kajian ekonomi islam

3. Menginternalisasikan pola pikir yang terkandung dalam aktivitas perekonomian islam

4. Mengoptimalkan pembinaan ruhiah fikriah dan profesionalitas para pejuang ekonomi islam

5. Mencetak generasi ekonomi syariah yang berkualitas dan berkesinambungan

6. Memperluas dan menjalin ukhuwah melalui kerjasama dengan lembaga yang berpotensial

Dan untuk lebih memberikan karakter bagi kami maka kami akan mencoba mengusung nilai-nilai berikut dalam setiap kerja-kerja dakwah kami :

§ Shalih

§ Professional

§ Kontributif

§ Solid

Mudah-mudahan visi dan misi juga nilai-nilai yang kami(FJ) usung ini mampu terealisasikan selama masa amanah kami.”Ya Allah jagalah hati-hati dan jiwa-jiwa kami dari kelalaian-kelalaian yang dapat menghambat kerja-kerja kami dalam menjalankan amanah dakwah ini”.Amiin

Semoga kepengurusan FoSSEI Regional Jabodetabek masa amanah 2009/2010 ini bisa memberikan warna baru bagi pergerakan dakwah Ekonomi Islam di muka bumi, khususnya di Indonesia tercinta ini.Amiin. Kami segenap pengurus baru dari FoSSEI Regional Jabodetabek memohon do’a antum/antunna para pejuang ekonomi Islam yang ada di seluruh penjuru tanah air, agar kami bisa amanah dengan tanggungjawab ini. Semoga ini menjadi ladang-ladang amal bagi kami khususnya, umumnya bagi kita semua sebagai pejuang ekonomi Islam, untuk bekal diakhirat nanti.

Mari kita luruskan niat dan rapatkan barisan kita untuk terus mendakwahkan ekonomi Islam.

Allahu Akbar!!! Allahu Akbar!! Allahu Akbar!!! Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

_Salam Ukhuwah dari kami Pengurus Regional Jabodetabek masa amanah 2009/2010_ =)